Rabu, 27 Januari 2021

Cerpen: Hujan dan Kamu

Sebelumnya aku tidak pernah selama ini menatap air hujan yang terus berjatuhan membasahi seluruh sudut kota. Aku juga tidak pernah merasakan kesenangan sampai sejauh ini setiap musim hujan tiba. Saking senangnya, aku berinisiatif untuk melakukan beragam hal agar bisa lebih menikmati tetes demi tetes air yang langit berikan di balik jendela. Selalu terpikir olehku untuk tidak melewatkan begitu saja momen ini. Karena aku memiliki tipe mulut yang ingin mengunyah apa pun yang enak-enak, maka aku jadi lebih sering menyaksikan indahnya rintikan maupun derasnya hujan. Kalau tidak begitu, kemungkinan besar aku akan memutar playlist lagu bernada lembut dimana diantaranya adalah lagu-lagu yang kamu rekomendasikan untukku. Kamu adalah Adrian, seseorang lelaki yang berhasil membuatku jatuh cinta dengan setiap datangnya hujan sekaligus membawaku masuk menuju dirimu yang selalu menyejukkan hatiku.

 Setelah berminggu-minggu lamanya menjalani masa ospek beberapa tahun silam, aku ternyata jadi bisa lebih mengenalmu. Kala itu, kamu adalah mentor yang ditugaskan untuk mendampingi kelompokku. Sejak dulu, pribadi khas dirimu yang menyenangkan sudah begitu terasa. Di saat kebanyakan senior berlomba-lomba memasang wajah paling menakutkannya, kamu justru asyik dengan caramu menghidupkan suasana kehangatan bersamaku dan lainnya. Dengan benar-benar apa adanya, kamu memberitahukan bahwa kami merupakan sejumlah orang-orang yang akan merasakan beragam keseruan nantinya dengan mengenyam perkuliahan di jurusan ini. Sebenarnya sebelum aku tahu hal ini darimu, aku sudah pernah dengar bagaimana asyiknya jurusan Periklanan. Ada banyak proses kreatif di dalamnya. Kita akan diajak mengeksplorasi lebih banyak dunia untuk mencetuskan sebuah ide yang tidak terduga. Ini menjadi alasan utama yang mendorong aku ingin mendalami sebuah ilmu yang bisa membuat kita bahagia dengan sederhana. Tetapi, semenjak ada kamu yang datang disertai hujan, alasan yang aku miliki kian bertambah.

 Saat itu sore lebih cepat meredupkan cahaya gemilangnya. Gerombolan awan tebal seperti sudah tidak sabar menggantikan kehadirannya. Alhasil, percikan air deras dengan sekejap menyelimuti kehidupan kampus yang silih berganti suasananya. Biasanya di tengah hari sekarang ini, ada perkumpulan-perkumpulan mahasiswa yang menciptakan keramaian. Terlebih jika sedang hujan, mereka akan bersama lebih lama. Namun tidak denganku. Aku lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Waktu perkuliahan hari ini sudah usai dari beberapa jam yang lalu dan aku memilih membaca buku novel terlebih dahulu di sebuah pojokan kosong tidak jauh dari kelasku tadi sebelum pulang. Lembar demi lembar sudah kulewati, sementara hujan belum lekas reda. Sambil melanjutkan bacaanku kembali, aku berharap hari yang sudah terlanjur digenangi air hujan yang lebat ini agar bisa memulihkan kembali segala aktivitas yang sempat terhenti. Dalam benak diriku yang masih belum lama menjadi mahasiswa ini, hujan tidak lebih dari tumpahan banyak air dari langit. Benar-benar tidak pernah mengagumi kemunculannya.

Kelihatannya hujan sedang tidak mendengarkan kata hatiku yang menginginkannya bergegas pergi. Tandanya aku juga harus melepaskan harapanku dan mencari cara lain agar tetap bisa duduk tentram di tengah hamparan air hujan di luar sana. Seperti yang sudah pernah kusebutkan, aku sangat suka mulutku mengunyah dan mengecap makanan. Jadi setelah sudah merasa puas menekuni hobi, aku tanpa pikir panjang akan melahap makanan yang ada di sekitarku. Kali ini, aku harus berjalan menuruni anak-anak tangga terlebih dahulu untuk menuju kantin. Ah iya, dalam hal memilih makanan, aku memiliki kelebihan sedikit unik dibandingkan cewek-cewek pada umumnya. Ketika memutuskan akan membeli makanan apa, aku tidak memerlukan waktu panjang. Dan aku sedang ingin melahap bakso gepeng bercampur saos sambal yang sekejap meningkatkan kehangatan.

Baru saja memasuki area kantin sebentar, kedua kakiku memberhentikan langkahku. Mataku ternyata bekerja lebih cepat, aku menemukan seorang Adrian menempati meja di salah sisi ujung kantin. Sendiri menatap layar laptop bersama segelas kopi susu. Pikirku tidak ada salahnya jika aku menghampirinya dan menyapanya. Seketika pergerakan seluruh tubuhku menyatu dengan segala unsur kehidupan yang ada di sana.

 "Halo kak Adrian, lagi nugas sendirian aja nih?" Sapaku seraya bersorak pelan.

"Woi Rin, lebih tepatnya lagi iseng baca artikel aja," jawabnya dengan setengah tertawa.

"Oh..haha dikirain lagi syuting jadi mahasiswa teladan walau hujan menerjang" , aku mencoba menambahkan bumbu komedi agar percakapan semakin mencair.

"Tentu tidak, kalau itu nanti ada sesinya sendiri dong, hahaha."

"Eh itu muka kok kelihatannya kaya lesu gitu? Pasti lo belum makan enak ya hari ini." , ujar Kak Adrian beserta senyum kecilnya.

"Tahu aja lo kak, hahaha. Makanya ini gue mau ngehabisin semua porsi bakso gepeng yang masih ada."

"Cakeep! Kalau gitu, lo makannya di meja bareng gue sini aja ya. Biar ada suporter yang bisa nyemangatin lo buat ngehabisin bakso gepengnya. Alias, gue bisa minta."

 

Jika aku ladeni terus celotehan-celotehanmu itu maka perutku akan menggurutu dan aku paling tidak bisa menahannya. Sembari melepas tawa bahagia, perlahan aku memutar balikkan badan ke arah dimana gerobak bakso gepeng berada.

 

Dari caramu bercerita, terlihat jelas kalau kamu secara sukarela masuk ke dalamnya. Mangkok bakso gepeng pedasku memang sudah kosong tetapi aku masih ingin menghanyutkan diriku ke dalam kehangatan yang kau hadirkan dari cerita-ceritamu. Entah bagaimana alurnya, hujan menduduki topik pembicaraan terpanjang kita. Uraian tentang hujan yang kamu sampaikan seolah-seolah memperlihatkan kamu sudah sangat akrab dengannya. Katamu, hujan menyegarkan pikiranmu dari kepenatan, hujan setia menemanimu melalui suaranya yang indah, dan hujan mengajarkanmu untuk lebih memperhatikan yang ada di dekat kita. Dengan begitu, kamu bisa memahami makna hidup yang sesungguhnya. Jangan salahkan aku kalau sejak itu aku tergerak ingin menemuimu setiap hujan turun. Semua tentang hujan yang kau lontarkan membukakan banyak pintu  dalam batinku. Apakah kamu bisa membayangkan betapa gembiranya aku mendapati seseorang tepat di sampingku menyelaraskan kembali warna hidupku yang rentan pudar.

 

Jujur, terkadang semangatku membara jika mendengar bunyi pesan masuk berulang kali secara bersamaan dari telepon genggamku. Seakan ada seperangkat pesan baik yang dirancang khusus untukku. Bukan lagi imajinasiku, pesan baik itu memang benar ada dan berasal dari kamu. Di dalam pesan itu, kamu mengajak aku untuk mendaftar menjadi anggota mahasiswa pecinta alam di kampus kita. Kamu yang sudah lebih dulu masuk tampak sangat antusias mengikutsertakanku untuk berteman lebih dekat lagi dengan alam. Kamu memang sudah sebegitu cintanya dengan alam dan aku selalu mengaguminya. Kebetulan juga, aku belum mengikuti kegiatan atau organisasi mahasiswa apapun sampai detik ini. Tanpa pikir panjang, aku pun mengiyakan ajakanmu.

 

Kondisi fisik yang memumpuni tentu sangat penting dalam melakukan berbagai aktivitas alam. Karena itu, aku melatih kekuatan tubuhku dengan berolahraga jogging. Dan lagi-lagi kamu menawarkan sesuatu yang lagi-lagi membuaiku. Atas dasar alasan agar aku bisa lolos seleksi anggota mahasiswa pencinta alam, kamu ingin lebih sering hadir sebagai penyemangat yang menemaniku jogging selepas perkuliahan. Di antara hari-hari kebersamaan kita tersebut, hujan kembali menghampiri. Hujan membuatku lebih memahami bagaimana dirimu. Sekalipun rintik hujan sudah mulai memperlihatkan wujudnya, kamu terus melaju dengan selalu menyematkan mimik wajah yang paling girang dibanding yang pernah aku lihat selama ini. Kamu, aku, dan hujan, kita bertiga sudah resmi menjadi tiga sekawan yang tidak akan terpisahkan.

 

Sekarang aku mengerti mengapa aku diberikan tempat duduk tepat sebelah jendela di kantor. Setiap hujan turun, aku bisa lebih merasakan keberadaan dirimu walaupun kamu sedang berada jauh dariku. Cintamu kepada alam yang dalam membuatmu tiada henti menjelajahinya, kamu ingin mengungkapkan lebih banyak lagi keindahannya kepada seluruh manusia. Aku masih di sini menunggu kedatanganmu meski entah kapan kamu bisa memastikannya. Yang jelas kutahu, kemana pun kamu pergi, kamu selalu menggengam erat hatiku. Hujan dimana pun akan tetap sama, sama-sama bertekad menyatukan kita. Di hari yang indah nanti saat kita bertemu lagi, aku yakin hujan akan turun untuk memeriahkannya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar